Bagan panggung berbantuk trapezium terbuka ke bawah, dengan arah hadap aktor/penari/pemain
adalah ke bawah mengarah ke penonton. Sedangkan penonton dari bawah mengarah ke
atas.
Dalam penerapannya, Garis lurus dapat dibuat desain lurus
ke depatn ke belakang, ke samping kiri ke samping kanan atau menyorong. Di samping
itu, garis lurus juga dapat dibuat desain Z, desain V atau kebalikannya, desain
Y atau kebalikannya, desain bersudut (segi tiga, segi empat, zik-zak, bintang
dan sebagainya).
Dari kedua garis tersebut, masing-masing mempunyai kesan
yang berbeda. Garis lurus mempunyai kesan sederhana tetapi kokoh dan kuat.
Sedangkan garis lengkung mempunyai kesan lembut tetapi lemah. Desain garis
lurus ini banyak digunakan oleh pola lantai tari-tarian klasik Jawa, tari Remo
(Jawa Timur) dan tari-tarian Hula-hula kuno dari Hawai. Sedangkan pola lantai
dengan garis lengkung banyak digunakan oleh tari-tarian primitif, dan
tari-tarian komunal yang bercirikan magis atau kegembiraan.
Didalam tari-tarian modern, pola lantainya sering menggunakan
kedua-duanya, yaitu kombinasi antara garis lurus dan garis lengkung.
Untuk menentukan/menandai level aktor/penari
pada gambaran desain lantai, maka perlu diberi keterangan yang jelas pada
gambar. Di dalam penjelasan ini dapat dicontohkan sebagai berikut; posisi aktor/penari
setidaknya dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu level tinggi, level sedang,
level setengah rendah dan level rendah. Dalam posisi level tinggi, aktor/penari
berjungkit (jinjit Jawa) atau
naik berdiri di atas trap (alat bantu level). Pada posisi level sedang, peneri
berdiri biasa (normal), sedangkan posisi level setengah rendah, kedudukan aktor/penari
diantara berdiri normal dengan duduk, seperi berjongkok, membungkuk sambil
merendah seperti posisi harimau mau menerkam dan lain-sebagainya. Adapun posisi
level rendah, kedudukan aktor/penari mulai dari duduk (pantat menempel lantai)
sampai tidur. Level-level tersebut dalam gambaran pola lantai dapat disimbulkan
sebagai berikut:
3. Desain Kelompok
Garapan gerak yang dilakkan lebih dari satu
orang, maka masing-masing aktor/penari dituntut adanya hubungan timbal balik
yang saling membantu, saling merasakan, baik dalam hubungan keruangan, tempo,
maupun pengaturan dinamika. Untuk tarian tunggal, mungkinj komposisinya dapat
disusun dan dikembangkan yang cukup rumit. Akan tetapi, jika dilakukan lebih
dari satu orang, maka komposisinya harus ditata lebih sederhana. Dengan kata
lain, bahwa koreografer hendaknya berpedoman kasar, jika semakin besar jumlah
kelompoknya, maka semakin sederhana desain gerak yang harus dibuat. Suatu
misal, jika di atas panggung terdapat delapan sampai sepuluh aktor/penari, dan
masing-masing melakukan gerak yang berbeda, maka kesannya adalah ribut bagaikan
sebuah orkes yang masing-masing instrumen dibunyikan dengan keras-keras oleh
pemusiknya. Namun demikian hal tersebut bukan berarti bahwa tarian tunggal
harus lebih rumit dan tarian kelompok harus selalu lebih sederhana dan
serempak. Yang perlu diingat, bahwa di dalam desain kelompok, di samping harus
merupakan kesatuan yang utuh, juga harus memiliki variasi dan cukup sederhana.
Setiap pola gerak maupun pola lantai didalam sebuah komposisi kelompok dapat dilaksanakan
dengan rencana atau desain “serempak”, desain “berimbang”, desain
“selang-seling”, desain “bergantian”, desain “kontras/berlawanan” dan desai
“terpecah”. Desain-desain tersebut juga dapat dilakukan diam di tempat maupun
bergerak berpindah tempat atau melintas ruang.
Di samping itu,
didalam usaha mencapai dinamika pada tarian kelompok, dapat dilakukan dengan
memecah-mecah kelompok besar menjadi beberapa kelompok kecil yang berbeda
jumlah kelompoknya. Contoh jika ada tarian kelompok dengan jumlah aktor/penarinya
5 (lima ) orang,
dapat dibuat enam kemungkinan kelompok, yaitu: 5, 4-1, 3-2, 3-1-1, 2-2-1, dan
1-1-1-2. Namun demikian perlu dipertimbangkan dan diperhatikan, jika satu
kelompok besar yang dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil terlalu banyak, hasilnya
sering kurang “baik”. Lebih-lebih jika koreografer kurang teliti didalam
memikirkan pusat perhatian atau fokusnya. Adapun kelima desain kelompok
tersebut di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Desain Unison
atau Serempak
Pola-pola gerak yang didalam tarian tunggal dilakukan oleh seorang aktor/penari, maka
didalam tarian kelompok dapat dilakukan oleh sejumlah aktor/penari dalam waktu
dan tempo yang bersamaan. Pelaksanaan inilah yang dinamakan serempak atau
unison.
Pelaksanaan gerak
dengan desain serempak ini akan sekaligus terjadi pengulangan desain keruangan,
wujud waktu, dan dinamika. Desain serempak ini akan memberikan kesan
mempertegas dan memperkuat pola gerak yang dilakukan. Desain serempak ini dapat
dilakukan dengan diam di tempat umum berpindah tempat serta dapat diterapkan
pada berbagai macam desain lantai, sesuai dengan kebutuhan dan bentuk gerak
yang direncanakan.
b. Desain Balance atau Berimbang
Seperti telah
dijelaskan di atas, bahwa didalam tarian kelompok dapat dilakukan dengan
memecah-mecah kelompok utama menjadi kelompok-kelompok kecil. Dari
kelompok-kelompok kecil tersebut, dapat diatur pola lantainya sedemikian rupa,
sehingga tempat para kelompok kecil tersebut berada di daerah pentas yang
seimbang. Dari kedudukan para aktor/penari didalam pola lantai yang sedemikian
rupa, gerak dapat dilakukan dengan diam di tempat, atau berpindah tempat, gerak
dapat dilakukan oleh seluruh aktor/penari, secara serempak atau seluruh aktor/penari
namun berbeda antara kelompok satu dengan kelompok lainnya, atau hanya dilakukan
oleh beberapa aktor/penari saja.
Yang menjadi tuntutan
didalam desain berimbang ini adalah keseimbangan pola penataan ruang didalam
pentas. Peranan keseimbangan ini sangat penting didalam tarian kelompok, sebab
ketidak seimbangan di dalam tarian kelompok ini sangat mudah dapat dirasakan
maupun diamati oleh penonton daripada tarian tunggal.
c. Desain Alternate atau Selang-seling
Desain selang-seling
ini dapat diamati pada tarian kelompok dengan berbagai macam desain lantai.
Akan tetapi haru tepat dan jeli menentukan letak aktor/penari kelompok satu
dengan aktor/penari kelompok lain yang diselang-seling tersebut. Misal sejumlah
aktor/penari kelompok dengan pola lantai diagonal, aktor/penari bernomor ganjil
bergerak ke kiri dan aktor/penari bernomor genap bergerak ke kanan. Atau dengan
pola lantai yang sama, aktor/penari bernomor genap menggerakkan lengan menjulur
lurus ke atas, sedangkan aktor/penari lain menggerakkan lengan ke samping.
Contoh lain, sejumlah aktor/penari
kelompok dengan poola lantai berbanjar, dengan aktor/penari bernomor ganjil
berada di depan dengan gerak sambil duduk, sedang aktor/penari lain berada di
bagian belakang dengan bergerak sambil berdiri.
d. Desain Canon atau Susul-Menyusul
Jika sederetan aktor/penari
kelompok, misalnya 5 orang, aktor/penari pertama bergerak maju sambil melakukan
gerakan, kemudian disusul oleh aktor/penari kedua untuk melakukan serangkaian
gerakan yang sama, lalu disusul lagi aktor/penari ke tiga kemudian aktor/penari
keempat dan selanjutnya aktor/penari ke lima
yang masing-masing melakukan serangkaian gerak yang sama. Akan tetapi didalam
desain susul-menyusul atau canon ini, tidak harus satu
persatu, namun dapat dilakukan, misalnya ada lima aktor/penari, yang pertama satu,
kemudian dua dan terakhir dua atau dengan kemungkinan yang lain. Demikian pula
ketukannya atau hitungannya tidak harus konstan (tetap/sama) namun bebas sesuai
dengan ekspresi koreografernya.
e. Desain Kontras/Berlawanan
Di
dalam tarian kelompok, untuk menghindari kejenuhan karena kurang variasi
lebih-lebih jika durasi tarian tersebut relative panjang, dapat dilakukan
dengan memberikan bentuk desain kontras atau berlawanan. Yang dimaksud desain
ini adalah, menampilkan gerakan atau level yang disengaja diberi kontradiksi,
baik dari gerak, seperti gerak cepat dengan lambat, gerak statis dengan
dinamis, gerak di atas dan di bawah dan lain sebagainya. Lavel adalah tempat
kedudukan tinggi rendahnya aktor/penari,dan lain sebagainya.
f. Desain Broken atau Saling Berbeda
Didalam kelompok besar dapat dibagi
menjadi dua atau lebih kelompok-kelompok keci. Dari masing-masing kelompok
tersebut, ada kalanya memang sama pentingnya atau memang dibuat sedemikian rupa
yang memerlukan kekuatan yang sama. Dengan demikian kelompok-kelompok tersebut
melakukan desian yang saling berbeda, dengan harapan kelompok-kelompok tersebut
saling menopang atau saling menguatkan kelompok yang lain. Didalam tari
kelompok yang hendak menggunakan desain terpecah atau saling berbeda ini, yang
pertama harus dikuasai “waktu” (timing)
komposisinya dengan cermat dan desain-desain geraknya harus dibuat jelas dan
sederhana, demikian pula desain laintanya. Jika hal tersebut tidak dilakukan
maupun tidak dikuasai, maka akan mudah sekali timbul kesan kacau (semrawut)
atau kurang kebersamaan serta timbul kesan seakan-akan tiap-tiap aktor/penari
bergerak sendiri-sendiri yang tidak
harmonis atau mungkin ada dugaan bahwa aktor/penarinya belum hafal sehingga
melakukan improvisasi semaunya sendiri.